Filosofis, Medis, Dan Sosio-Historis
Penyusun : Forum KALIMASADA (Kajian Ilmiah Tamatan Siswa 2009)
Penerbit : An Najma (Purna Siswa 2009 Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo Kota Kediri) bekerja sama dengan Penerbit Khalista Surabaya
Tahun terbit : 2009
Jumlah halaman : + 360 Hlm.
ISBN : 978-979-1353-15-1
Harga : Rp. 60. 000
Cover : Hitam
Kertas : Extra print
Sinopsis :
SEGI ALTERNATIF DALAM SYARIAT
Fundamentalisme dalam arti negatifnya, harus diakui telah mencoreng wajah Islam. Di mana gerakan ini telah memunculkan ekses buruk, tidak hanya bagi negara melainkan juga bagi syariat Islam itu sendiri. Syariat dianggap sebagai momok yang sangat menakutkan, bahkan di mata penganutnya sendiri. Banyak kengerian yang akan terjadi jika sistem ini diterapkan pada suatu masyarakat. Kesan buruk semacam ini tidak hanya sangat menghantui pihak-pihak non-muslim, melainkan juga kalangan muslim sendiri. Apalagi, situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh sebagian pihak (yang juga mengatas namakan Islam tertentu) untuk memancing di air keruh. Yang tidak lain tujuannya adalah turut memojokkan Islam dan syariatnya.
Fundamentalisme dalam arti negatifnya, harus diakui telah mencoreng wajah Islam. Di mana gerakan ini telah memunculkan ekses buruk, tidak hanya bagi negara melainkan juga bagi syariat Islam itu sendiri. Syariat dianggap sebagai momok yang sangat menakutkan, bahkan di mata penganutnya sendiri. Banyak kengerian yang akan terjadi jika sistem ini diterapkan pada suatu masyarakat. Kesan buruk semacam ini tidak hanya sangat menghantui pihak-pihak non-muslim, melainkan juga kalangan muslim sendiri. Apalagi, situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh sebagian pihak (yang juga mengatas namakan Islam tertentu) untuk memancing di air keruh. Yang tidak lain tujuannya adalah turut memojokkan Islam dan syariatnya.
Cara
pandang alternatif dalam melihat syariat sangat diperlukan saat ini.
Terutama cara pandang yang cenderung ramah, dan jauh dari kecurigaan.
Hal ini karena pada dasarnya syariat dianugerahkan Allah kepada umat
manusia untuk mewujudkan kebaikan
(maslahat) bagi mereka. Selain itu secara normatif, menghina syariat
juga berarti menghina (Tuhan) sang Penciptanya. Menghina Tuhan yang
mencipta, merupakan bentuk ke-“tidak tahu diri”-an yang hendaknya
dijauhi oleh seorang muslim. Dan tujuan ini hanya dapat diwujudkan
dengan menampilkan hal-hal menarik, indah, dan damai. Mungkin atas
alasan inilah buku ini dibuat. Kemunculan buku ini juga sangat tepat.
Yakni, di saat kegiatan keislaman (baca; dakwah) dianggap sebagai
ancaman oleh pihak yang berwajib, sehingga perlu dilakukan pengawasan.
Buku ini berada di pihak pembela syariat yang arif.
Penampilan Islam yang ramah nan rahmah oleh buku ini terbilang komprehensif. Bahkan dengan suguhan tema
yang mencakup hampir semua segi-segi keislaman, dapat dilihat bahwa
syariat memiliki medan yang sangat luas untuk dapat dijelajahi.
Karenanya, tidak mungkin mengkaji syariat secara utuh. Namun, paling
tidak dalam buku ini anda akan disuguhi tema-tema populer syariat. Mulai
dari peri kehidupan Nabi
Muhammad saw, sebagai sumber awal ajaran denan segala kontroversinya, Al
Quran dengan segala keunikannya, kandungan positif setiap ibadah yang
dilakukan umat muslim, hingga kehebatan sunah nabi dalam perspektif
medis yang menginspirasi para dokter muslim abad pertengahan untuk
merumuskan ilmu ksesehatan ala nabi (at thibb an nabawi).
Membaca buku ini, Anda akan mendapati kekayaan fakta dan inspirasi
terkait syariat. Yang pada akhirnya, hanya akan menunjukkan keagungan
tatanan Tuhan yang dianugerahkan kepada umat manusia sebagai manifestasi
sifat rahmah-Nya. Kita akan mengakui bahwa di balik segala yang
terjadi, terdapat sang pengatur canggih lagi cerdas. Dan tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan. Semua ada yang merencanakan.
Uniknya, tema-tema yang diangkat dalam buku ini justru terinspirasi
oleh pembacaan kritis ala orientalis. Pembacaan itu tidak membuahkan
keraguan, melainkan keyakinan yang lebih mantap akan kemahakuasaan
Allah. Sebagai contoh, dapat dilihat dalam bab pemilihan wilayah Arab
sebagai tempat diturunkannya Islam, yang secara khusus menempatkan Mekah
sebagai pusatnya. Ada beberapa alasan mengapa Islam diturunkan di
negeri tandus dan kering ini. Paling tidak, hal ini karena melihat letak
geografis Mekah, dan arab pada umumnya. Letaknya yang strategis secara
politis dan ekonomi, adanya keterikatan dengan sejarah masa lampau, dan
kondisi sosio-kultur Arab yang khas dan sangat mendukung bagi
perkembangan ajaran baru (hlm. 35-45).
Untuk membuktikan bahwa semua sudah ada yang mengatur adalah
kemunculan Islam pada abad ketujuh. Pertanyaan yang ingin dijawab,
mengapa Nabi diutus pada abad ketujuh? Bukan pada abad sebelum atau
sesudahnya? Alasan yang diajukan oleh penyusun buku ini adalah, karena
abad ini merupakan puncak kekacauan berbagai ajaran moral umat manusia.
Baik ajaran yang dirumuskan oleh filsafat tertentu, ataupun wahyu Tuhan
yang telah mengalami banyak penyimpangan. Dimanakah letak kekacauan itu?
Untuk menemukan jawabannya, buku ini sangat layak untuk dibaca.
Perspektif hikmah yang ramah dan rahmah dalam melihat syariat, juga
dapat kita temukan dalam rincian ajarannya, seperti shalat, puasa,
zakat, dan haji. Ibadah-ibadah ini tidak hanya memiliki fungsi
spiritual-transendental, melainkan pula fungsi fisik-medikal, dan
sosial-kemasyarakatan. Hal menarik dapat kita ketemukan dalam kajian
tentang zakat. Dimana, zakat merupakan kekuatan ekonomi yang sangat
besar, dan memiliki peran penting; baik dalam ranah sosial maupun
individual, juga ketuhanan dan kemanusiaan sekaligus. Kajian zakat ini
dititik beratkan pada hikmah penetapan waktu pelaksanaan zakat. Apa
rahasianya, mengapa hanya jenis harta tertentu yang wajib dikeluarkan
zakatnya, mengapa ada ukuran tertentu bagi harta zakat? Sisi kemanusiaan
zakat dapat dilihat dalam pengalokasian untuk pembebasan para budak.
Di sini akan tampak perbedaan konsep perbudakan dalam berbagai
pandangan. Islam sendiri mengakui bahwa pada dasarnya manusia adalah
merdeka. Dasar yuridisnya, ketika ada anak temuan (laqith) yang tidak
diketahui statusnya; merdeka atau budak, maka para ulama sepakat bahwa
anak tersebut berstatus merdeka.
Kesepakatan ulama ini adalah seperti yang dilansir oleh Ibnu Mundzir.
Menurut Ibnu Qudamah, tokoh fikih Mazhab Hanbali yang cukup terkenal,
dasar pemikiran ini adalah pada dasarnya Adam as beserta seluruh anak
cucunya adalah merdeka, bukan budak. Selama tidak ada yang merubah hukum
dasar ini, maka anak temuan tetap dalam status awal, yakni merdeka
(hlm. 243).
Dalam kajian puasa, diuraikan tentang puasa dalam berbagai macam
kebudayaan, dan secara khusus dalam kebudayaan Islam. Hal ini untuk
menunjukkan keberadaan puasa sebagai tradisi keagamaan “orang-orang
sebelum kamu”. Bab ini juga mencoba melihat mengapa penentuan puasa
dengan menggunakan kalender komariah. Kesimpulan tema ini adalah
universalitas ajaran puasa bagi seluruh penduduk bumi. Karena dengan
menggunakan kalender komariah, bulan puasa dapat berpindah-pindah ke
pelbagai macam bulan dalam penanggalan Syamsiah (masehi), dan berbagai
macam musim secara merata di seluruh bumi. Paling tidak, dalam kurun
waktu tiga puluh tahun sekali. Dengan demikian, tidak wilayah yang
diuntungkan dengan menjalankan ibadah puasa pada musim dingin secara
terus-menerus. Pada suatu saat, wilayah tersebut akan berganti
menjalankan ibadah puasa pada musim panas (hlm. 256-257). Pertanyaan
yang ingin diajukan lagi adalah, mengapa dipilih bulan ramadhan sebagai
bulan puasa. Bab ini juga menyinggung berbagai manfaat puasa dalam segi
medis, psikis, dan sosial. Sehingga kajiannya tampak utuh.
Secara umum, buku ini ingin memperlihatkan bahwa syariat merupakan
tatanan yang memiliki efektifitas dalam banyak segi kehidupan. Baik bagi
individu yang mengimani dan menjalankan, maupun bagi masyarakat secara
umum. Dan hal semacam ini dapat ditemukan dalam hampir setiap tuntunan
syariat. Sayangnya, buku ini terlalu mengedepankan pembelaan, tanpa
diimbangi kajian kritis terhadap persoalan-persoalan baru terkait
syariat. Maka pantaslah jika dikatakan bahwa buku ini bersifat pembelaan
(apologetik), (dan mungkin) tanpa dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Bahasa yang digunakan juga terasa berbelit-belit, karena
penggunaan bahasa panjang atau yang dalam istilah teknis penulisan
disebut “bahasa mubazir”. Di samping itu, tema-tema yang disajikan dalam
buku ini juga sudah banyak disinggung oleh buku-buku sejenis yang
mengulas tentang manfaat ibadah. Yang menjadikan buku ini memiliki nilai
lebih adalah bertebarannya referensi klasik karangan ulama abad
pertengahan yang dalam bahasa pesantren biasa disebut dengan kitab
kuning. Hal ini tentunya menambah nilai tersendiri. Juga kajian fikihnya
yang lumayan dalam, dan mungkin terlalu teknis (istilahi), sehingga
tidak mudah difahami oleh kalangan yang tidak pernah mengenyam
pendidikan pesantren.
Akhirnya, buku ini cukup inspiratif bagi kehidupan religius muslim, karena uraian fakta-fakta menarik yang ditampilkan di dalamnya dapat membuktikan bahwa syariat bukanlah sesuatu yang mengerikan. Bahkan, setelah membaca buku ini, Anda akan melihat bahwa syariat benar-benar berorientasi maslahat.
Akhirnya, buku ini cukup inspiratif bagi kehidupan religius muslim, karena uraian fakta-fakta menarik yang ditampilkan di dalamnya dapat membuktikan bahwa syariat bukanlah sesuatu yang mengerikan. Bahkan, setelah membaca buku ini, Anda akan melihat bahwa syariat benar-benar berorientasi maslahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar